Oleh:
Mugni Muhit (Alumni Keluarga Miftahul Huda Al-Azhar)
Formulasi dan rekayasa pendidikan yang efektif,
adalah formula yang di dalamnya mengandung pesan moral dan nilai filosofi
pendidikan itu sendiri. Ada tiga nilai substantif dan filosofis yang sangat
penting untuk diinternalisasikan ke dalam jiwa dan raga peserta didik, yaitu:
1) nilai kemanusiaan (humanisme), 2) nilai keanekaragaman (pluralisme), dan 3)
nilai keagamaan (religius). Ketiga nilai ini secara integral, harus
transformasikan guru untuk dipahami peserta didik di seluruh materi pelajaran
yang disajikan sekolah. Nilai-nilai inilah yang akan konsisten menjaga dan
melindungi serta mengawal mutu dan kualitas spiritual, intelektual, dan
emosional, serta skill peserta didik.
Selaras dengan tiga pilar nilai tersebut, Di lansir dari laman web Opinimedia.com nilai
humanisme memiliki performa yang menjajikan bagi keberhasilan pendidikan. Dalam
dunia pendidikan, teori humanistik memainkan peranannya dengan cukup
signifikan. Teori humanistik mengandung keyakinan bahwa pembelajaran merupakan
proses pengawalan peserta didik untuk menemukan dirinya sendiri sebagai seorang
manusia seutuhnya. Tokoh sentral dari teori pendidikan humanistik adalah
Abraham Maslow dan Carl Rogers. Dengan gagah berani ia yakinkan para teoretisi
dan praktisi pendidikan dunia melalui teorinya yang humanis.
Dewas ini dan ke depan, guru semakin dihadapkan
dengan situasi sulit dan rumit. Kerumitannya terletak pada isu perkembangan
teknologi mutakhir berbasis internet, sosial media, serta media digital lainnya
yang telah melekat pekat pada kehidupannya. Bagaimanapun juga, tantangan kinerja
guru di abad 21 ini semakin problematik, mulai guru tingkat dasar, yaitu
jenjang sekolah dasar sebagai lapis transendental yang berjuluk elementary
school, kemudian berimbas kepada produk jenjang sekolah lanjutan pertama, lalu
ke jenjang atas hingga perguruan tinggi.
Problematika pendidikan sebagaimana disebut di
atas, mengancam terutama jika kondisi objektif persekolahan itu dikaitkan
dengan tantangan kontemporer guru untuk menyiapkan generasi emas. Untuk itu,
sosok pendidik yang berkarakter sangat vital dan mendesak. Perannya sangat
dominan dan strategia guna menyongsong era industri yang syarat dengan
kehidupan serba digital tersebut.
Dalam hal ini tentu menghadirkan generasi
berkeunggulan dan kompetitif, tidak akan tercapai manakala tidak dibumbui oleh
percikan inteligensi, aksi dan bakti guru sebagai pendidik yang kompeten dan
bermakna, serta memiliki keberpihakan pada tujuan pendidikan yang hakiki.
Persoalannya adalah, apakah persiapan yang
dilakukan untuk menghalau masa depan berkeunggulan sudah konstruktif dan siap
guna? Peran dan karakter pendidik seperti apa yang diperlukan untuk melahirkan
generasi emas di masa kini dan mendatang?
Membicarakan kompetensi guru masa kini, rasanya
perlu formulasi strategi pendidikan yang tepat guna dan tepat sasaran.
Setidaknya ada empat pilar utama agar guru sebagai pendidik, mampu menjadi
jembatan serius bagi tercapainya cita dan asa peserta didik di era industri
4.0.
Pertama, guru sebagai pengajar dan pendidik yang
efektif. Pengajar mengandung makna bahwa guru berkewajiban mentranformasikan
ilmu, pengetahuan, dan life skill. Pendidik mengandung pengertian guru memiliki
tugas untuk membantu perkembangan kepribadian yang luhur dan mulia. Ada tiga
hal yang perlu diperhatikan; transfer of knowledge, conduct and construct
goodness student personality dan set up strategi pembelajaran dan pendidikan
yang aktual dan mutakhir.
Langkah kerja transfer of knowledge adalah
optimalisasi learning dan teaching yang menjadi basis paling mendasar dan
prioritas.. Asumsinya, anak didik diibaratkan “kertas kosong", tulislah di
atas kertas itu, goresan tinta putih agar terlihat makna dan nilai di dalamnya”
dan kelak menjadi sumber daya berharga. Kontennya adalah value, knowledge dan
life kill, dan kemampuan manajerial. Paradigma ini sebagaimana terurai dalam
teori tabula rasa yang merujuk pada pandangan epistemologi bahwa seorang
manusia lahir tanpa isi mental bawaan, dengan kata lain "kosong", dan
seluruh ilmu pengetahuan diperoleh setahap demi setahap melalui pengalaman dan
persepsi alat indranya terhadap dunia di luar dirinya.
Dalam permendiknas Nomor 20 Tahun 2016 tentang
Standar Kompetensi Minimal Pendidikan pada umumnya, mengamanatkan konten value,
knowledge dan manajerial skill meliputi dimensi kognitif, afektif dan psikomotor
harus diperankan guru melalui proses belajar dan mengajar tuntas. Tuntas
artinya komprehensip, seluruh formula tersajikan secara integral, universal,
dan mendalam pada semua bidang ajar.
Langkah kerja conduct and construct goodness
student personality, terkonsentrasikan pada empat prosedur, yakni:
mengomunikasikan anak dengan sumber belajar, mendampingi anak menjadi subjek
belajar, mempilter dan memproteksi pengaruh lingkungan (mileu) yang buruk, dan
merangsang serta mengawal tumbuhkembang anak sesuai minat dan bakatnya.
Instrumen ini merupakan langkah kerja yang diperankan guru untuk membimbing
serta menuntun anak menjadi pelajar yang berkarakter, siswa yang berbudi luhur
dan manusia yang bermoral.
Sementara konsentrasi set up strategi
pembelajaran dan pendidikan yang aktual. Langkah kerjanya, pertama, menerapkan
tiga strategi pembelajaran efektif, yaitu pembelajaran partisipatif
(participatory learning), pembelajaran bermakna (meaningful learning) dan
pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), serta berdaya guna dan
berhasil guna optimal.
Kedua, membentuk karakter dan sikap mental
(attitude) anak. Guru perlu mengambil peranan yang bersifat intervensi positif,
sebagai leader dan sebagai central model bagi perubahan peserta didik.
Landasan filosofi guru sebagai leader adalah
sabda Nabi Saw:
كلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته
"Setiap kalian adalah pemimpin (leader),
dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban dari objek
pimpinannya".
Dalam peribahasa indonesia disebutkan “Guru
digugu, guru ditiru.” Sedangkan filosofi central model adalah juga petunjuk
Nabi Saw:
صلوا كما رئيتموني أصلي
"Solatlah kalian sebagaimana kau melihat
aku solat".
Nilai yang hampir setara dengan sabda Nabi itu
adalah peribahasa yang menyatakan: “Guru Ratu Wong Atuwo Karo".
Ketiga, pengembangan aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik anak. Luaran pendidikan diharapkan sustainable dan konsisten di
sepanjang zaman. Luarannya yaitu takwa, cerdas, dan terampil. Luaran berbanding
lurus dengan konten pendidikan dan pengajaran berbasis value, knowledge dan
managerial skill.
Keempat, Rekayasa mudaya mutu lembaga pendidikan
sperti sekolah. Ada empat tiang penyangga budaya mutu sekolah yang utama,
yaitu: Learning, Character Building, Discipline, dan Value.
Prasyarat guru dalam perekayasaan budaya ada
tiga, yakni guru seyogyanya visioner dan futuristik, inovasi dan pembaruan
kompetensi dan yang terakhir, pemberlakuan hukuman dan ganjaran (targhib wat
tarhib).
Guru dalam peranannya sebagai perekayasa budaya
mutu sekolah diminta untuk selalu mutakhir (up to date), sebab kemutakhiran
guru menjadi ciri khas guru kompeten, yakni profesional, pedagogis, intelek,
berkepribadian, berjiwa sosial, spiritualitas, dan kemampuan manajerial.
Ketujuh kompetensi guru ini, sejatinya dijabarbentangkan dalam setiap aksi
pendidikan dan pembelajaran, hingga menjadi strategi yang senantiasa terbarukan
dan mampu menjembatani tujuan luhur pendidikan sebagaimana tersurat dan
tersirat dalam idiologi pancasila dan UUD 1945. Pada kedua sumber kehidupan
berbangsa dan bernegara inilah pesan religiusitas, humanisme, dan pluralisme
diperoleh. Dan karenanya semua komponen dan instrumen terkait pendidikan,
niscaya mengacu kepada landasan idil dan operasional tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar