02 November 2020

REFORMULASI STRATEGI PENDIDIKAN DI ERA DIGITAL BAGI GENERASI MILLENIAL

 

Oleh: 

Mugni Muhit (Alumni Keluarga Miftahul Huda Al-Azhar)

Formulasi dan rekayasa pendidikan yang efektif, adalah formula yang di dalamnya mengandung pesan moral dan nilai filosofi pendidikan itu sendiri. Ada tiga nilai substantif dan filosofis yang sangat penting untuk diinternalisasikan ke dalam jiwa dan raga peserta didik, yaitu: 1) nilai kemanusiaan (humanisme), 2) nilai keanekaragaman (pluralisme), dan 3) nilai keagamaan (religius). Ketiga nilai ini secara integral, harus transformasikan guru untuk dipahami peserta didik di seluruh materi pelajaran yang disajikan sekolah. Nilai-nilai inilah yang akan konsisten menjaga dan melindungi serta mengawal mutu dan kualitas spiritual, intelektual, dan emosional, serta skill peserta didik.

 

Selaras dengan tiga pilar nilai tersebut, Di lansir dari laman web Opinimedia.com nilai humanisme memiliki performa yang menjajikan bagi keberhasilan pendidikan. Dalam dunia pendidikan, teori humanistik memainkan peranannya dengan cukup signifikan. Teori humanistik mengandung keyakinan bahwa pembelajaran merupakan proses pengawalan peserta didik untuk menemukan dirinya sendiri sebagai seorang manusia seutuhnya. Tokoh sentral dari teori pendidikan humanistik adalah Abraham Maslow dan Carl Rogers. Dengan gagah berani ia yakinkan para teoretisi dan praktisi pendidikan dunia melalui teorinya yang humanis.

 

Dewas ini dan ke depan, guru semakin dihadapkan dengan situasi sulit dan rumit. Kerumitannya terletak pada isu perkembangan teknologi mutakhir berbasis internet, sosial media, serta media digital lainnya yang telah melekat pekat pada kehidupannya. Bagaimanapun juga, tantangan kinerja guru di abad 21 ini semakin problematik, mulai guru tingkat dasar, yaitu jenjang sekolah dasar sebagai lapis transendental yang berjuluk elementary school, kemudian berimbas kepada produk jenjang sekolah lanjutan pertama, lalu ke jenjang atas hingga perguruan tinggi.

 

Problematika pendidikan sebagaimana disebut di atas, mengancam terutama jika kondisi objektif persekolahan itu dikaitkan dengan tantangan kontemporer guru untuk menyiapkan generasi emas. Untuk itu, sosok pendidik yang berkarakter sangat vital dan mendesak. Perannya sangat dominan dan strategia guna menyongsong era industri yang syarat dengan kehidupan serba digital tersebut.

 

Dalam hal ini tentu menghadirkan generasi berkeunggulan dan kompetitif, tidak akan tercapai manakala tidak dibumbui oleh percikan inteligensi, aksi dan bakti guru sebagai pendidik yang kompeten dan bermakna, serta memiliki keberpihakan pada tujuan pendidikan yang hakiki.

 

Persoalannya adalah, apakah persiapan yang dilakukan untuk menghalau masa depan berkeunggulan sudah konstruktif dan siap guna? Peran dan karakter pendidik seperti apa yang diperlukan untuk melahirkan generasi emas di masa kini dan mendatang?

 

Membicarakan kompetensi guru masa kini, rasanya perlu formulasi strategi pendidikan yang tepat guna dan tepat sasaran. Setidaknya ada empat pilar utama agar guru sebagai pendidik, mampu menjadi jembatan serius bagi tercapainya cita dan asa peserta didik di era industri 4.0.

 

Pertama, guru sebagai pengajar dan pendidik yang efektif. Pengajar mengandung makna bahwa guru berkewajiban mentranformasikan ilmu, pengetahuan, dan life skill. Pendidik mengandung pengertian guru memiliki tugas untuk membantu perkembangan kepribadian yang luhur dan mulia. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan; transfer of knowledge, conduct and construct goodness student personality dan set up strategi pembelajaran dan pendidikan yang aktual dan mutakhir.

 

Langkah kerja transfer of knowledge adalah optimalisasi learning dan teaching yang menjadi basis paling mendasar dan prioritas.. Asumsinya, anak didik diibaratkan “kertas kosong", tulislah di atas kertas itu, goresan tinta putih agar terlihat makna dan nilai di dalamnya” dan kelak menjadi sumber daya berharga. Kontennya adalah value, knowledge dan life kill, dan kemampuan manajerial. Paradigma ini sebagaimana terurai dalam teori tabula rasa yang merujuk pada pandangan epistemologi bahwa seorang manusia lahir tanpa isi mental bawaan, dengan kata lain "kosong", dan seluruh ilmu pengetahuan diperoleh setahap demi setahap melalui pengalaman dan persepsi alat indranya terhadap dunia di luar dirinya.

 

Dalam permendiknas Nomor 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Minimal Pendidikan pada umumnya, mengamanatkan konten value, knowledge dan manajerial skill meliputi dimensi kognitif, afektif dan psikomotor harus diperankan guru melalui proses belajar dan mengajar tuntas. Tuntas artinya komprehensip, seluruh formula tersajikan secara integral, universal, dan mendalam pada semua bidang ajar.

 

Langkah kerja conduct and construct goodness student personality, terkonsentrasikan pada empat prosedur, yakni: mengomunikasikan anak dengan sumber belajar, mendampingi anak menjadi subjek belajar, mempilter dan memproteksi pengaruh lingkungan (mileu) yang buruk, dan merangsang serta mengawal tumbuhkembang anak sesuai minat dan bakatnya. Instrumen ini merupakan langkah kerja yang diperankan guru untuk membimbing serta menuntun anak menjadi pelajar yang berkarakter, siswa yang berbudi luhur dan manusia yang bermoral.

 

Sementara konsentrasi set up strategi pembelajaran dan pendidikan yang aktual. Langkah kerjanya, pertama, menerapkan tiga strategi pembelajaran efektif, yaitu pembelajaran partisipatif (participatory learning), pembelajaran bermakna (meaningful learning) dan pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), serta berdaya guna dan berhasil guna optimal.

 

Kedua, membentuk karakter dan sikap mental (attitude) anak. Guru perlu mengambil peranan yang bersifat intervensi positif, sebagai leader dan sebagai central model bagi perubahan peserta didik.

 

Landasan filosofi guru sebagai leader adalah sabda Nabi Saw:

كلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته

"Setiap kalian adalah pemimpin (leader), dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban dari objek pimpinannya".

Dalam peribahasa indonesia disebutkan “Guru digugu, guru ditiru.” Sedangkan filosofi central model adalah juga petunjuk Nabi Saw:

صلوا كما رئيتموني أصلي

"Solatlah kalian sebagaimana kau melihat aku solat".

 

Nilai yang hampir setara dengan sabda Nabi itu adalah peribahasa yang menyatakan: “Guru Ratu Wong Atuwo Karo".

 

Ketiga, pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik anak. Luaran pendidikan diharapkan sustainable dan konsisten di sepanjang zaman. Luarannya yaitu takwa, cerdas, dan terampil. Luaran berbanding lurus dengan konten pendidikan dan pengajaran berbasis value, knowledge dan managerial skill.

 

Keempat, Rekayasa mudaya mutu lembaga pendidikan sperti sekolah. Ada empat tiang penyangga budaya mutu sekolah yang utama, yaitu: Learning, Character Building, Discipline, dan Value.

 

Prasyarat guru dalam perekayasaan budaya ada tiga, yakni guru seyogyanya visioner dan futuristik, inovasi dan pembaruan kompetensi dan yang terakhir, pemberlakuan hukuman dan ganjaran (targhib wat tarhib).

 

Guru dalam peranannya sebagai perekayasa budaya mutu sekolah diminta untuk selalu mutakhir (up to date), sebab kemutakhiran guru menjadi ciri khas guru kompeten, yakni profesional, pedagogis, intelek, berkepribadian, berjiwa sosial, spiritualitas, dan kemampuan manajerial. Ketujuh kompetensi guru ini, sejatinya dijabarbentangkan dalam setiap aksi pendidikan dan pembelajaran, hingga menjadi strategi yang senantiasa terbarukan dan mampu menjembatani tujuan luhur pendidikan sebagaimana tersurat dan tersirat dalam idiologi pancasila dan UUD 1945. Pada kedua sumber kehidupan berbangsa dan bernegara inilah pesan religiusitas, humanisme, dan pluralisme diperoleh. Dan karenanya semua komponen dan instrumen terkait pendidikan, niscaya mengacu kepada landasan idil dan operasional tersebut.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar