Ilmu yang
bermanfaat dan berkah adalah dambaan dan keinginan bagi setiap pencari ilmu,
namun terkadang cara atau jalan untuk memperoleh manfaat dan keberkahannya
tidak di lakukan sesuai dengan dambaan dan keinginannya, hal ini sesuai dengan
ungkapan Syekh Zarnuzi dalam kitab Ta’lim Muta’alim :
تعليم المتعلم طريق التعلم (ص: 3)
فلما
رأيت كثيرا من طلاب العلم فى زماننا يجدون إلى العلم ولايصلون [ومن منافعه وثمراته
ـ وهى العمل به والنشر ـ يحرمون] لما أنهم أخطأوا طريقه وتركوا شرائطه، وكل من
أخطأ الطريق ضل
“Kalau saya memperhatikan
para pelajar, sebenarnya mereka telah bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu,
tapi banyak dari mereka tidak mendapat manfaat dari ilmunya, yakni berupa pengamalan
dari ilmu yang di carinya dan menyebarkannya, hal itu terjadi karena cara mereka menuntut ilmu salah, dan
syarat-syaratnya mereka tinggalkan”.
Penjelasan Syekh Zarnuzi dalam kitab Ta’lim Muta’alim,
menitik fokuskan muqodimah kitabnya kepada kalimat Thariq dan Syarat,
maksudnya, moqodimah Awal dalam kitab tersebut menjelaskan fenomena yang
ada di kalangan para pelajar pada masanya, namun kesungguhan dan keinginannya
tidak tercapai karena mereka (pencari ilmu) melalaikan akan jalan (tujuan) dan
syarat yang harus di penuhi saat mencari ilmu. Tujuan dan syarat akan tercapai manakala ada keyakinan dan
niat tentang sesuatu yang harus dan wajib dilakukannya, dalam hal ini bagi
pencari ilmu, fasal yang kedua dalam kitab Ta’lim Muta’alim (فى النية فى حال التعلم) , menggiring kepada ajakan dan seruan bagi setiap
pencari ilmu untuk menetapkan dan meletakan niat sebagai dasar dan pondasi dalam
proses tolabul ilmi sebagai tolak ukur untuk mendapatkan ilmu yang
bermanfaat.
Pentingnya mencari ilmu bagai setiap
orang muslim sebagaimana telah diketahui akan keutamaan dan hukum wajibnya, sebagaimana
telah di ungkapkan oleh Syekh Muhammad bin Jamil
Zainu dalam kitabnya (Minhajul Firqotun Najiyah) :
منهاج الفرقة الناجية (ص: 75)
الناس كلهم موتى
إلا العالمون ، و العالمون كلهم هلكى إلا العاملون، و العاملون كلهم غرقى إلا
المخلِصُون
”Seluruh manusia akan lenyap kecuali
orang yang berilmu, dan seluruh orang yang berilmu akan rusak kecuali orang
yang mengamalkannya, dan seluruh orang yang mengamalkannya akan tenggelam atau musnah
kecuali orang yang ikhlas”
Penjelasan Syekh
Muhammad bin Jamil Zainu, menjelaskan tentang sudut pandang manusia tentang
hakekat amal yang didasari dengan ilmu, kemudian semua itu akan menjadi sebuah
amal pengabdian untuk mencari ridho Allah SWT. Kata Ikhlas
ketika diartikan dari sudut pandang penjelasannya, masih menjadi sebuah pengertian yang samar dan tabu untuk diaplikasikan
kedalam sikap akhir dari pada implementasi ilmu yang diperoleh melalui tolabul
ilmi, dalam kitab Al Adzkar, Imam Nawawi menjelaskan tentang definisi Ikhlas
yang di kutip dari pendapat Imam Abi Qosim Al Qusairy sebagai
berikut:
الأذكار
(ص: 7)
وروينا عن
الإمام الأستاذ أبي القاسم القشيري رحمه الله قال : الإخلاص إفراد الحق سبحانه
وتعالى في الطاعة بالقصد ، وهو أن يريد بطاعته التقرب إلى الله تعالى دون شئ آخر :
من تصنع لمخلوق ، أو اكتساب محمدة عند الناس ، أو محبة مدح من الخلق أو معنى من
المعاني سوى التقرب إلى الله تعالى
“Ikhlas adalah memenuhi hak
(kebenaran) Allah SWT didalam menjalankan ta’at dengan sengaja, yaitu
menghendaki sebab ta’atnya kepada Allah SWT hanya untuk mendekatkan dirinyam, bukan
sesuatu yang lain dari perbuatannya karena manusia, pekerjaan yang dikerjakan
hanya untuk mendapat pujian disisi manusia, menyukai pujian dari makhluk atau
mempunyai makna selain untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Ikhlas
adalah segala sesuatu perbuatan atau pekerjaan yang mana ada nilai ketaatan
yang mendasari perbuatan yang dikerjakannya, korelasi hubungannya dengan
pencari ilmu adalah perbuatan atau pekerjaan
yang dilakukan oleh pencari ilmu dalam segala
perbuatannya semata diniatkan hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mencari
ilmu adalah kebutuhan dan pedoman, bukan hanya teoritik dan tekstual,
yang pada akhirnya dapat di implementasikan dan menjadi pedoman dalam menjalani
kehidupan di dunia, menjadi orang yang bertaqwa dan selalu mengharap keridhoan
dari Allah SWT dan masuk dalam golongan mukhlisin dan muttaqin.
Sebagaimana telah di ungkapkan oleh Syekh Muhammad bin Jamil Zainu dalam kitabnya Minhajul
Firqotun Najiyah: ”Seluruh
manusia akan lenyap kecuali orang yang berilmu, dan seluruh orang yang berilmu
akan rusak kecuali orang yang mengamalkannya, dan seluruh orang yang
mengamalkannya akan tenggelam atau musnah kecuali orang yang ikhlas”, dapat menjadi petaka, manakala sikap dan perbuatan seorang pencari ilmu memiliki sifat riya, adapun
pengertian sifat riya sebagaimana telah di ungkapkan oleh Syekh Abu
Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghozali RA, dalam kitab Bidayah Al Hidayah
:
بداية
الهداية (ص: 18، بترقيم الشاملة آليا)
وأما الرياء:
فهو الشرك الخفي، وهو أحد الشركين، وذلك طلب المنزلة في قلوب الخلق، لتنال بها
الجاه والحشمة، وحب الجاه من الهوى المتبع، وفيه هلك أكثر الناس، فما أهلك الناس
إلا الناس
”Adapun pengertian riya adalah
menyekutukan (Allah SWT) secara tidak tampak yaitu salah satunya menyekutukan
dua sekutu (antara Allah SWT dan lainnya) dan yang demikian itu adalah mencari
tempat sandaran didalam hati manusia, supaya memberikan kepadanya akan
kemuliaan dan penghargaan (kehormatan), dan menyukai kemuliaan dari mengikuti
hawa nafsunya, dan di dalamnya hatinya menyekutukan Allah SWT dengan
makhluknya, maka tidak ada kerusakan (bahaya) manusia kecuali dari manusia.
Dari
pengertian riya yang sudah di jelaskan diatas, maka akhir dari nilai
amal atau perbuatan manusia terletak pada keikhlasannya, jika amal perbuatannya dilandasi sikap keikhlasan maka
amal perbuatan seorang pencari ilmu akan membawa keridhoan dan buah dari pada
proses belajarnya, membawa kemanfaatan dan mendapat ridho dari Allah SWT, namun
sebaliknya, jika amal perbuatannya dilandasi sikap riya, maka amal
perbuatannya akan sia-sia dan tidak akan mendapatkan buahnya dari pada ilmu
yang dicarinya, karena perbuatan dan harapannya di tujukan semata untuk
mengharapkan pujian dan kehormatan dari manusia.
Amal perbuatan pencari ilmu
ditujukan hanya untuk mendekatkan diri dan mencari ridho dari Allah SWT. Kemanfaatan
dan keberkahan seorang pencari ilmu dapat diperoleh dengan cara mengamalkan
ilmunya dalam kehidupannya dan dapat memberikan
kemanfaatan ilmunya bagi dirinya dan orang lain.
Wallohu ‘Alam.
(Bad’ul Hilmi AR/Ketua Lajnah Bahtsul Masail PP.Miftahul Huda Al-Azhar Kota Banjar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar