Di era modern saat ini, mudah
sekali bagi kita untuk menemukan sisi keburukan orang lain dengan cara menghakimi,
menghujat, dan menyebar-luaskan berita yang belum tentu benar, hal ini sangat bertentangan
dengan ajaran agama Islam, para ulama salafusshalih memberikan nasihat kepada
kita agar supaya belajar melihat dan menilai diri sendiri sehingga tidak mudah
menyalahkan, bahkan mencela orang lain dari sisi keburukannya, Sebenarnya seperti apakah karakter kita?, Ibnu
Qoyyim al-Jauziyah memerikan nasihat didalam kitabnya: Madarijus Salikin
Hal. 404 Juz 1
مدارج السالكين جزء ١ ص ٤٠٤
ومن الناس من طبعه طبع خنزير يمر بالطيبات فلا يلوي عليها فإذا قام
الإنسان عن رجيعه قمه وهكذا كثير من الناس يسمع منك ويرى من المحاسن أضعاف أضعاف
المساوئ فلا يحفظها ولا ينقلها ولا تناسبه، فإذا رأى سقطة أو كلمة عوراء وجد بغيته
وما يناسبها فجعلها فاكهته ونقله.
Manusia itu adakalanya
berkarakter seperti karakternya hewan berupa Babi. Babi itu sukanya yang
kotor-kotor, sekalipun disekelilingnya terdapat sesuatu yg bersih, higienis,
lezat dan nikmat, akan tetapi babi tidak mau mendekati dan pergi begitu saja.
Namun jika menemukan kotoran, ia langsung mendatanginya dan melahap habis.
Begitu juga manusia, meskipun si Fulan banyak melakukan kebaikan, bahkan
kebaikannya tersebut berkali-kali lipat jika dibandingkan dg kesalahnnya,
mereka tidak peduli, mereka juga tak mengakuinya dan tidak pernah
mengapresiasi. Namun jika mereka menemukan satu saja kesalahan yg dilakukan si
Fulan, mereka seakan-akan menemukan apa yg selama ini mereka cari. Kesalahan si
Fulan seakan makanan lezat yg harus diolah sedemikan rupa, sebelum kemudian
disebar kemana-mana.
Walohu ‘alam
(Penulis: Gus AB.
Syafiq/Editor: Bad’ul-Alazharmedia)
Super sekali
BalasHapus