14 Februari 2021

Efektifitas Ruh Jihad Guru dalam Mendidik Tunas Bangsa Masa Kini

 

Oleh: Mugni Muhit 

(ALKAMAL-Alumni keluarga Miftahul Huda Al-Azhar)

Di sepanjang sepuluh tahun terakhir ini, semenjak lembaga pendidikan pondok pesantren eksisten dan kembali konstruktif, bargaining dengan lembaga pendidikan formal, kesungguhan dewan guru dalam membimbing para siswa menjadi penyebab utama eksistensi lembaga pendidikan. penyelenggaraan pendidikan semakin membaik dan menguat. Ini menunjukan bahwa kekuatan pendidikan terletak pada kinerja dan semangat juang guru.

 

Dalam sistem pendidikan, guru adalah sosok utama dan pigur sentral bagi kebaikan dan tumbuhkembangnya para murid. Guru adalah orang dewasa yang memiliki kemampuan, kelayakan, dan peluang untuk mempengaruhi proses tumbuhkembangnya anak didik. Guru merupakan jantungnya dalam sistem pendidikan. Tidak dipungkiri bahwa, ada instrumen lain yang juga penting hadir dalam pendidikan, namun urgensitasnya tidak setara dengan guru. Tanpa kehadiran guru, proses pendidikan bukanlah sebuah proses pendidikan. Hanya guru yang mampu mengawal pertumbuhan dan perkembangan kognitif, afektif dan psikomitorik anak didik dengan baik.

 

Dengan kata lain guru merupakan salah satu instrumen penting dalam pendidikan. Guru dalam pendidikan memiliki peran dan fungsi vital dan mendesak. Proses pendidikan dan pembelajaran tanpa ruang dan gedung yang refresentatif. Keberhasilan dan ketercapaian tujuan pendidikan dalam proses pembelajaran, amat sangat ditentukan guru. Guru adalah lentera hati, akal dan perbuatan agar terjewantahkan dengan baik dan benar. Baik dalam arti apa yang diucapkan dan yang teladankan guru selalu harus bernilai. Benar artinya tindak tanduk dan perilaku serta ilmu pengrtahuan yang disampaikan, tidak bertentangan dengan budaya, norma, dan nilai positif lainnya. Dan karena itulah guru senantiasa insfiring terhadap anak didiknya bakan kepada lingkungan sekitar.

 

Ada seorang guru penuh inspiratif di sekolah formal yang telah bertahun-tahun mengabdikan kapasitas dan segenap kemampuannya dengan optimal.  Indikasi optimalnya guru tersebut ditunjukan dengan kegigihan, ulet, dan teguh pendirian. Ia yakin luar biasa bahwa anak didiknya akan sukses mencapai tujuan hidupnya. Ia bersikukuh pada pendiriannya yang dengan gagah berani mengorbankan tenaga, waktu, bahkan harta yang dimilikinya dengan tanpa mengenal lelah dan putus asa.

 

Perjuangan hebat yang dilakukan guru tersebut demikian mulia dan luhur layak dijadikan teladan untuk membangun semangat dan gairah mendidik. Pahlawan tanpa tanda jasa ini mesti dilindungi agar semangatnya menular dan tertransformasikan dengan baik kepada guru-guru lainnya. Guru yang berdaya adalah ia yang selalu menjadi inspirasi kepada yang lain.

 

Namun fenomena akhir-akhir ini, dalam amatan penulis sudah terjadi pendangkalan makna guru sebagai pendidik. Guru yang semestinya harus dihargai, dihormati dan ditiru tingkah lakunya, saat ini sudah mengalami penurunan. Seperti kurang menghargai dan menghormati posisi guru. Guru juga kurang didengarkan pembicaraannya, kurang diikuti sikap dan tindak tanduknya. Mengapa demikian?

 

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, butuh pemikiran mendalam dan kehati-hatian. Menurut amatan penulis, ada beberapa hal mengapa terjadi pendangkalan makna,posisi, sikap, peran guru.

 

Dalam kitab Ta’lim al Mutaallim disebutkan, bahwa orang tua adalah sebagai murabbi al jasad. Sedangkan guru sebagai murabbi al ruh. Orang tua yang dimaksud di sini adalah orang tua biologis yang melahirkan anak yang salah satu fungsinya adalah murabbi al jasad. Murabbil al jasad dimaknai sebagai orang yang berkewajiban memberi nafkah lahir, membesarkan, menjaga kesehatannya dan menyelamatkan nyawanya dari gangguan / kejahatan yang mengancam daari luar.

 

Sedangkan tugas guru adalah murabbi al ruh. Maksudnya adalah orang yang bertanggung jawab  terhadap perkembangan jiwanya. Yang bertugas mengisi  dan mendidik otaknya dengan pengatahuan yang benar, mengisi hatinya dengan akidah, dan ruhnya dengan akhlakul karimah. Artinya hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan batin anak didik adalah tanggung jawab guru.

 

Namun fenomena yang berkembang saat ini, tugas guru yang begitu mulia tersebut hanya dijadikan tugas professional yang bersifat instrumental. Banyak tugas- tugas mulia guru seperti memberikan pemahaman materi ajar misalnya, hanya ditujukan agar memenuhi Standar Kompetensi (SK) yang ujung-ujungnya dilakukan agar nilai ujian sampai pada target Standar Ketuntasan Minimal (SKM) semata.

 

Contoh yang lain, guru dituntut mengajar sesuai jam dan jadwal, guru dituntut hadir tepat waktu. Hadir tepat waktu dilakukan agar memenuhi persentasi wajib hadir ke lembaga. Jika diniati dengan baik maka menjadi baik. Tapi faktanya yang banyak hanya berorientasi material, yakni agar tidak mengurangi gaji bulanan dan seterusnya. Di samping itu guru harus tampil rapi. Tampil rapi hanya dengan motivasi agar tidak kalah saing dengan guru lain dan agar dianggap guru profesional. Sehingga kesan yang berkembang guru tidak jauh dengan selebritisnya sekolah. Yang lebih ironis lagi, ada kasus guru berpacaran dengan anak didiknya bahkan ada yang mencabulinya. Naudzubillah.

 

Secara garis besar setidak-tidaknya ada dua faktor penyebab pergeseran menurunnya penghargaan peserta didik terhadap guru. Pertama, keilmuan guru yang kurang memadai. Kedua, sikap guru yang tidak mencerminkan seorang pendidik. Ketiga, Lemahnya semangat juang (ruhul jihad). Sedangkan faktor internalnya di antaranya: pertama, degradasi moral peserta didik. Kedua, biaya pendidikan yang terlalu mahal. Ketiga, anggapan guru sebagai pekerja.

 

Semestinya guru dalam sebuah pendidikan mengembalikan posisinya tidak hanya sebagai pengajar yang hanya memindahkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik (transfer of knowledge) yang tujuannya adalah pemahaman materi ajar. Apalagi guru mengajar hanya menargetkan materi selesai sesuai SK dan KD. Materi ajar selesai diajarkan sesuai silabus dan SKM semata. Tapi lebih dari itu, guru harus berfungsi sebagai murabbi.

 

Murabbi dimaknai sebagai pendidik. Pendidik tidak hanya menyampaikan ilmu, memberikan pemahaman dan setelah paham tugas guru dianggap selesai. Tapi lebih jauh, murabbi bertugas mendidik kecerdasan pikiran, watak  dan mental. Jadi tugas guru tidak hanya di dalam kelas melainkan di luar kelas pun ia bertanggung jawab terhadap nasib anak didiknya khususnya di bidang akhlaknya. Oleh sebab itu murabbi harus member contoh yang baik (uswah hasanah) di kalangan anak didiknya. Karena apa yang diperbuat oleh guru baik dari segi ucapan, tindakan maupun sikap akan diikuti, ditiru, dan dijadikan rujukan olyeh anak didiknya. Murabbi tidak sekedar mencerdaskan otaknya namun juga mentalnya. Dengan demikian tentu seorang guru harus mendidik muridnya dengan ilmu dan kasih sayang dengan penuh kelembutan dan ketulusan.

 

Seorang murabbi mengajar bukan lagi karena tuntutan profesi tapi lebih jauh karena panggilan moral untuk mencapai ridla dari Allah. Oleh sebab itu orientasi murabbi dalam mengajar tidak sekedar kesuksesan duniawi tapi juga ukhrawi. Karena apa yang dilakukan murabbi pada muridnya akan dimintakan pertanggung jawaban di sisi Allah di akhirat kelak.

 

Jika guru memenuhi kelengkapan mengajar seperti perangkat, RPP, silabus, absensi, nilai dan seterusnya hanya karena kebutuhan administratif dan tuntutan profesi semata, maka lagi-lagi guru sudah terjebak pada tindakan instrumental yang bersifat sementara dan materialistis. Tidak ada bedanya lagi guru dengan buruh. Sehingga tidak heran kalau guru yang demikian kurang dihargai oleh anak didiknya. Akhirnya, sudah saatnya guru mengajar bukan lagi berorientasi materi (money oriented) karena kepentingan uang namun berorientasi moral (moral oriented), demi menyelamatkan akidah, ilmu dan akhlak anak didik.

 

Wallahu’allam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar