Oleh: Mugni Muhit
(Al-Kamal-Alumni Keluarga Miftahul Huda Al-Azhar)
Derasnya arus perubahan era revolusi industri
4.0, mendorong kuat tumbuhnya harakah pendidikan yang lebih bermakna dan
berdaya konstruktif. Hal ini sebab revolusi industri 4.0 berdampak dan
berpengaruh hebat terhadap eksistensi, citra, dan martabat pendidikan. Ada
pergeseran sikap yang ditunjukan seorang terdidik generasi millenial, dimana
aktivitas digital, arus informasi dan teknologi industri 4.0 menjadi warna
hidup dan cara pandangnya.
Manakala subjek pendidikan belum cukup umur,
masih tidak siap menghadapai kenyataan, sementara situasi global telah
menyudutkannya, maka hal itu hanya akan melahirkan sosok dan pribadi generasi
yang apatis dan tak memiliki nilai. Bahkan watak dan tabiat yang inkonsistensi
akan mewarnai ranah kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.
Sikap inkonsistensi yang menggejala antara lain:
ketagihan fasilitas smartphone yang serba canggih, bergesernya tujuan dan motif
edukasi terdidik kepada rekreatif dan playing semata, hingga mengakibatkan
terjadinya degradasi moral dan cacatnya akhlak. Jika kondisi ini tidak segera
ditangani dengan serius, maka mengakibatkan maraknya sikap amoralisasi, serta
asusila yang bertentangan dengan nilai keislaman dan keindonesiaan. Fenomena
dekadensi moral ini, seringkali dialamatkan kepada lembaga pendidikan sebagai kegagalannya.
Maka sebagai tantangan sekaligus tuntutan, para
pemangku kepentingan, teoretisi, dan praktisi pendidikan, termasuk para orang
tua keluarga muslim, segera ciptakan racikan model pendidikan strategis, yang
efektif positif bagi liquiditas spritual dan intelektual generasi millenial di
era industri 4.0 ini.
Spirit pendidikan yang paling efektif bagi
tumbuhkembangnya peserta didik adalah teladan guru. Guru yang memiliki ruh
jihad dan ilmu pengetahuan yang mumpuni, dapat dengan baik hadirkan peserta
didik yang kredible dan moralis. Aspek penting yang kredible dan sangat
substansial adalah interpensi lingkungan atau milleu. Milleu diyakini menjadi
salah satu sumber inspirasi repleksi pendidikan bermutu.
Agar lingkungan benar benar mampu menjadi pioner
dan penerang sekaligus jembatan suksesi pendidikan, maka lingkungan pendidikan
sejatinya direkayasa sedemikian rupa hingga menarik, inspiratif dan enjoyable
bagi peserta didik. Nabi sendiri dengan tegas menyatakan bahwa lingkungsn amat
sangat berpengaruh bagi tumbuhkembangnya peserta didik. Bahkan lingkungan menentukan
arah dan pola serta mindset dan pargdigma peserta didik. Perubaan mindset
tersebut berlaku pada aspek-aspe penting seperti akidah, ubudiyah, muamalah,
siyasah dan sebagainya.
Oleh karena itu, mutu pendidikan salah satunya
dan memiliki porsi paling besar adalah faktor lingkungan. Lingkungan yang baik
akan mengawal kebaikan, dan lingkungan yang buruk akan mempengaruhi keburukan.
Dengan kata lain, baik dan buruknya produk pendidikan ditentukan oleh desain,
skenario, corak dan warna lingkungan.
Desain
Tarbiyah Nabawiyah (model pendidikan Nabi). Cara
nabi mendidik dan mentransformasikan nilai (value), kepada para sahabatnya
harus ditiru lalu diadaptasikan dengan pola pendidikan masa kini. Prioritas
dalam pendidikan nabawi adalah ruh (tarbiyah ruhiyah). Manakala ruh atau
jiwanya sudah terpatri nutrisitas iman dan taqwa serta nilai positif lainnya,
maka arah pendidikan berikutnya akan cerah dan cenderung berhasil. Sasaran
pendidikan ala Nabi secara sistematik mulai dari hati (qalb, syaghaf, fuad,
lubb). Setelah hati dan jiwa yang telah terpenetrasi tauhidullah dengan baik,
langkah berikutnya adalah melatih raganya. Seluruh panca indra sejatinya
dibina, dibimbing dan diarahkan pada yang seharusnya.
Skenario
Bagaimanapun pendidikan itu mesti direkayasa.
Rekayasa yang mendorong sinergitas seluruh komponen dan para pemangku
kepentingan sebagai elementary pertama. Subjek dan objek pendidikan
dkomunikasikan dalam visi dan misi yang tegas, terkonfirmasi, dan memungkinkan.
Lalu kolaborasikan dan afirmasikan dengan fakta integritas publik, hingga semua
kebijakan diterima dengan baik.
Corak
Corak pendidikan ideal seharusnya menjadi
branding lembaga pendidikan. Banyak para penggiat pendidian yang lupa dan
meremehkan aspek branding ini. Atau keliru dalam merealisasikan fungsi branding
dalam sisitem komunikasi pendidikan. Tidak ada tawar menawar lagi bahwa
pendidikan masa kini mesti memiliki corak dan warna yang khas. Jati dirinya
akan mudah diingat, dikenang, dan lambat laut dicintai, bahkan oleh seluruh
segemntasi. Tentang kecenderungan corak, ada banyak pilihan, misalnya corak
yang berbasis idiologi, paradigma, opini publik, kharismatik, idealisme,
ketokohan, nasionalisme, religiusitas. Tentukan sikap lembaga memilih corak
yang mana lalu konsisten dan komitmen pada pilihan itu.
Dengan begitu diharapkan dedikasi, loyalitas,
sense of be longing, sense of responsibility, serta gharah dan daya jihad dalam
ruh yang lillah dan profesional akan bertumbuh dan berkembang mekar. Konsep ini
sejalan dengan mindset para ulama, antara lain:
اذا اشرقة في بدايته اشرقة في نهايته
"perencanaan yang matang dan sinergi, serta
terhubung dengan semua energi positive, niscaya akan meraih akhir yang
menjanjikan dan berkeunggulan".
Wallahu a'llam bishawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar