Nabi
Agung Muhammad Saw, menganjurkan agar anak yang telah berusia tujuh tahun,
segera diperintahkan untuk mengerjakan shalat. Sebab shalat adalah pondasi
sekaligus sumber karakter yang sejatinya menginspirasi keislaman seorang muslim.
Apa
sesungguhnya yang benar-benar ingin Nabi ajarkan melalui 'titahnya' itu?
Bagaimana kita memahami kalimat perintah shalat? Apakah bermakna mengerjakan
shalat, mendirikan shalat, atau keduanya?
Lafadz اقيموا
الصلاة dalam terminologi lughawi memiliki banyak
arti dan makna intrinsik dan ekstrinsik. Secara tekstual (intrinsik), berarti
tegakan dan dirikan shalat, yakni shalat yang seperti Nabi Saw teladankan.
Sedangkan makna ekstrinsik (kontekstual) nya adalah jaga dan pelihara
nilai-nilai dan ajaran islam. Nilai dan ajaran tersebut sudah terkandung dengan
baik dalam ritual shalat, mulai dari pemenuhan syarat dan implementasi rukun
shalat, baik yang dilafadzkan maupun yang diharakahkan. Semua kalimat yang
talafudz dan gerakan yang reflektif dalam shalat dari awal hingga akhir adalah
simbol pedoman hidup praktis manusia.
Dalam
hadits Nabi tersebut, disebutkan tentang perintah mengerjakan shalat kepada
anak yang sudah berusia 7 tahun, dan jika ia telah mencapai 10 tahun enggan
melaksanakan shalat, maka dibolehkan
untuk dikenakan sangsi edukasi.
Persoalannya
adalah apakah perintah solat kepada anak 7 tahun itu berarti mengerjakan atau
mendirikan? Ada perbedaan substantif antara mengerjakan dengan mendirikan.
Mengerjakan artinya belajar melaksanakan solat agar ia mempunyai pengalaman
praktis bagaimana cara solat yang baik dan benar secara ritual. Di sini
tuntutannya hanya memerintahkan dalam arti mengingatkan, menyadarkan,
menunjukan, dan memberi contoh praktis shalat. Dan jika anak 7 tahun itu
ternyata tidak mau mengerjakan shalat, maka biarkan saja. Sebab tujuannya hanya
mengingatkan dan membuat ia sadar bahwa sebagai muslim, harus mengerjakan
shalat.
Yang
kedua, bermakna mendirikan. Mendirikan artinya menjaga dan memelihara shalat
baik ritual maupun nilainya. Gerakan dan bacaan sampai pendalaman nilai dan
makna shalat mesti dijalankan dengan baik di tahap dan makna mendirikan shalat.
Makanya alquran tidak menggunakan kalimat lain selain aqiimussolah, sebab
lafadz ini memiliki makna yang multimakna, yakni makna instrinsik dan makna
ekstrinsik.
Namun
demikian, ada pergeseran pemahaman dengan kuantitas usia 7 tahun. 7 tahun di
zaman Nabi dengan 7 tahun di zaman sekarang ada kecenderungan yang sangat
berbeda. Sekarang anak kurang dari 7 tahun, katakanlah usia 5 atau 4 tahun,
bahkan ada juga yang baru 2 dan tiga tahun sudah mampu berkomunikasi dan
beradaptasi di levelnya. Setidaknya ia dapat menangkap pesan ayahanda dan
ibunda saat menyuruh atau mencontohkan sesuatu. Bisa jadi anak di bawah tujuh
tahun jika disuruh solat, ia akan melakukannya sesuai kemapuannya dengan
mencontoh orang tuanya bagaimana ia solat.
Oleh
karena itu, mengapa nabi perintahkan solat kepada anak yang berusia 7 tahun?
Jawabannya
adalah sebab pada usia inilah anak sudah mampu menerima perintah atau sudah
paham menerima perintah yang disebut dengan istilah mumayyiz. Karena di usia
ini kritis dan cerdas. Daya tangkapnya sangat kuat dan cepat.
Demikian
juga pada usia ini, anak didik diperkirakan sudah mampu belajar sholat dengan
baik, sudah mulai mengenal bacaan dan gerakan gerakan sholat dengan baik. Kalau
pada usia sebelumnya anak hanya ikut-ikutan, pada usia ini sudah mulai mampu
belajar sholat dengan baik.
"Usia
secara kebetulan sama dengan usia anak sekolah dipedomani dalam penerimaan
masuk sekolah formal di sekolah tingkat dasar titik konsekuensinya anak yang
telah mampu belajar sholat dengan baik berarti pula ia telah menerima hukuman
jika meninggalkannya.
Tugas
belajar mengajar adalah tugas suci dan tugas kewajiban bagi semua orang. Orang
yang belum tahu ilmu, tugasnya wajib mencari atau belajar dari orang berilmu
dan tugas orang berilmu adalah mengajarkan ilmunya kepada orang yang belum
mengetahuinya.
Dengan kata lain, orang yang belum tahu wajib belajar dan orang yang sudah tahu wajib mengajar. Guru dan murid harus ada kerjasama yang baik dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah dirumuskan dengan metode pendekatan dan model yang relavan.
عن عمرو بن شعيب، عن أبيه، عن جده -رضي الله
عنه- قال: قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: مُرُوا أولادَكم بالصلاةِ وهم
أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، واضْرِبُوهُمْ عليها، وهم أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وفَرِّقُوا
بَيْنَهُمْ في المَضَاجِعِ
Dari Amr Bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: "Rasulullah SAW bersabda: "Perintahkan anak-anakmu melaksanakan sholat sedang mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka karena tinggal sholat sedang mereka berusia 10 tahun dan pisahkan antara mereka di tempat tidurnya."
Hadits
ini, kata Abdul, menjelaskan bagaimana mendidik agama pada anak-anak,
pendidikan agama diberikan kepada anak sejak kecil, sehingga nanti usia dewasa
perintah-perintah agama dapat dilakukan secara mudah dan ringan.
Di
antara perintah agama yang disebutkan dalam hadis ada tiga perintah yaitu
perintah melaksanakan sholat, perintah memberikan hukuman pemerintah memberikan
hukuman bagi pelanggarnya dan perintah mendidik akhlak dan kepribadian.
Perintah
di sini maknanya dilakukan secara tegas, sebab pada umumnya perintah sholat
sebenarnya sudah dilakukan orang tua sejak sebelum usia tersebut.
Anak-anak
sejak usia empat tahun atau lima tahun sudah diajak orang tuanya melaksanakan
sholatbersama-sama.
Anak-anak
melakukannya walaupun dengan cara ikut-ikutan atau menirukan gerakan-gerakan
sholat.
Anak
pada usia ini, sekadar meniru atau imitasi, belum melakukannya secara baik,
baik gerakan-gerakannya maupun bacaannya. Anak-anak kadang mau melakukannya dan
kadang-kadang tidak mau melakukannya.
Baru setelah usia anak mencapai tujuh tahun perintah orang tua hendaknya
secara tegas tidak seperti pada saat usia dibawah tujuh tahun.
Sesungguhnya
ada target serius yang ingin Nabi internalisasikan ke dalam jiwa, hati dan akal
anak sebagai manusia. Shalat adalah ibadah yang langsung kepada sang pencipta.
Shalat dikerjakan mesti dalam keadaan siap, suci dan bersih baik badan,
pakaian, maupun tempat kita shalat. Kesehatan dan kebersihan badan pun harus
bersaman dengan bersihnya rohani. Kebersihan jasmani dan rohani dalam sahalat
adalah niscaya, dan menjadi penyebab shalatnya maqbul atau mardud.
Jika
shalat yang dikerjakan dengan memperhatikan kebersihan jasmani dan rohani, maka
dipastikan akan mempertajam akal dan kecerdasannya. Akal yang cerdas adalah
akal yang suci dan bersih. Semakin bersih akal, pikiran dan rohani seseorang,
maka semakin besar potensi tumbuhkembangnya kecerdasan. Shalat dengan
sendirinya mampu meningkatkan kecerdasan intelektualitas dan spiritualitas
anak. Bahkan kepekaan dan solidaritas sosial pun terdidik dan terlatih dengan
baik dan tepat.
Itulah
sebabnya Nabi mengajarkan dan memerintahkan kepada kita untuk menyuruh anak
solat sejak dini, dan bahkan jika membangkang, berilah sangsi sebagai pelajaran
pentingnya shalat. Hal ini Nabi pesankan agar terjadi tumbuhkembang generasi
yang cerdas. Anak cerdas adalah anak yang beriman. Dan anak yang beriman adalah
juga anak yang cerdas. Keimanan dan kecerdasan menjadi satu kesatuan yang utuh
dalam perspektif pendidikan islami
Tidak ada komentar:
Posting Komentar