02 Juni 2020

Santri Harus Belajar Meluruskan Niat dan Bulatkan Tekad


Ilmu yang bermanfaat dan berkah adalah dambaan dan keinginan bagi setiap pencari ilmu, namun terkadang cara atau jalan untuk memperoleh manfaat dan keberkahannya tidak di lakukan sesuai dengan dambaan dan keinginannya, hal ini sesuai dengan ungkapan Syekh Zarnuzi dalam kitab Ta’lim Muta’alim :
تعليم المتعلم طريق التعلم (ص: 3)
فلما رأيت كثيرا من طلاب العلم فى زماننا يجدون إلى العلم ولايصلون [ومن منافعه وثمراته ـ وهى العمل به والنشر ـ يحرمون] لما أنهم أخطأوا طريقه وتركوا شرائطه، وكل من أخطأ الطريق ضل
“Kalau saya memperhatikan para pelajar, sebenarnya mereka telah bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu, tapi banyak dari mereka tidak mendapat manfaat dari ilmunya, yakni berupa pengamalan dari ilmu yang di carinya dan menyebarkannya, hal itu terjadi karena cara mereka menuntut ilmu salah, dan syarat-syaratnya mereka tinggalkan”.
            Penjelasan Syekh Zarnuzi dalam kitab Ta’lim Muta’alim, menitik fokuskan muqodimah kitabnya kepada kalimat Thariq dan Syarat, maksudnya, moqodimah Awal dalam kitab tersebut menjelaskan fenomena yang ada di kalangan para pelajar pada masanya, namun kesungguhan dan keinginannya tidak tercapai karena mereka (pencari ilmu) melalaikan akan jalan (tujuan) dan syarat yang harus di penuhi saat mencari ilmu. Tujuan dan syarat akan tercapai manakala ada keyakinan dan niat tentang sesuatu yang harus dan wajib dilakukannya, dalam hal ini bagi pencari ilmu, fasal yang kedua dalam kitab Ta’lim Muta’alim (فى النية فى حال التعلم) , menggiring kepada ajakan dan seruan bagi setiap pencari ilmu untuk menetapkan dan meletakan niat sebagai dasar dan pondasi dalam proses tolabul ilmi sebagai tolak ukur untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
            Pentingnya mencari ilmu bagai setiap orang muslim sebagaimana telah diketahui akan keutamaan dan hukum wajibnya, sebagaimana telah di ungkapkan oleh Syekh Muhammad bin Jamil Zainu dalam kitabnya (Minhajul Firqotun Najiyah) :
 منهاج الفرقة الناجية (ص: 75)
الناس كلهم موتى إلا العالمون ، و العالمون كلهم هلكى إلا العاملون، و العاملون كلهم غرقى إلا المخلِصُون
”Seluruh manusia akan lenyap kecuali orang yang berilmu, dan seluruh orang yang berilmu akan rusak kecuali orang yang mengamalkannya, dan seluruh orang yang mengamalkannya akan tenggelam atau musnah kecuali orang yang ikhlas”
            Penjelasan Syekh Muhammad bin Jamil Zainu, menjelaskan tentang sudut pandang manusia tentang hakekat amal yang didasari dengan ilmu, kemudian semua itu akan menjadi sebuah amal pengabdian untuk mencari ridho Allah SWT. Kata Ikhlas ketika diartikan dari sudut pandang penjelasannya, masih menjadi sebuah pengertian yang samar dan tabu untuk diaplikasikan kedalam sikap akhir dari pada implementasi ilmu yang diperoleh melalui tolabul ilmi, dalam kitab Al Adzkar, Imam Nawawi menjelaskan tentang definisi Ikhlas yang di kutip dari pendapat Imam Abi Qosim Al Qusairy sebagai berikut:
الأذكار (ص: 7)
وروينا عن الإمام الأستاذ أبي القاسم القشيري رحمه الله قال : الإخلاص إفراد الحق سبحانه وتعالى في الطاعة بالقصد ، وهو أن يريد بطاعته التقرب إلى الله تعالى دون شئ آخر : من تصنع لمخلوق ، أو اكتساب محمدة عند الناس ، أو محبة مدح من الخلق أو معنى من المعاني سوى التقرب إلى الله تعالى
“Ikhlas adalah memenuhi hak (kebenaran) Allah SWT didalam menjalankan ta’at dengan sengaja, yaitu menghendaki sebab ta’atnya kepada Allah SWT hanya untuk mendekatkan dirinyam, bukan sesuatu yang lain dari perbuatannya karena manusia, pekerjaan yang dikerjakan hanya untuk mendapat pujian disisi manusia, menyukai pujian dari makhluk atau mempunyai makna selain untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
            Ikhlas adalah segala sesuatu perbuatan atau pekerjaan yang mana ada nilai ketaatan yang mendasari perbuatan yang dikerjakannya, korelasi hubungannya dengan pencari ilmu adalah perbuatan atau pekerjaan yang dilakukan oleh pencari ilmu dalam segala perbuatannya semata diniatkan hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mencari ilmu adalah kebutuhan dan pedoman, bukan hanya teoritik dan tekstual, yang pada akhirnya dapat di implementasikan dan menjadi pedoman dalam menjalani kehidupan di dunia, menjadi orang yang bertaqwa dan selalu mengharap keridhoan dari Allah SWT dan masuk dalam golongan mukhlisin dan muttaqin.
            Sebagaimana telah di ungkapkan oleh Syekh Muhammad bin Jamil Zainu dalam kitabnya Minhajul Firqotun Najiyah: ”Seluruh manusia akan lenyap kecuali orang yang berilmu, dan seluruh orang yang berilmu akan rusak kecuali orang yang mengamalkannya, dan seluruh orang yang mengamalkannya akan tenggelam atau musnah kecuali orang yang ikhlas”, dapat menjadi petaka, manakala sikap dan perbuatan seorang pencari ilmu memiliki sifat riya, adapun pengertian sifat riya sebagaimana telah di ungkapkan oleh Syekh Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghozali RA, dalam kitab Bidayah Al Hidayah :
بداية الهداية (ص: 18، بترقيم الشاملة آليا)
وأما الرياء: فهو الشرك الخفي، وهو أحد الشركين، وذلك طلب المنزلة في قلوب الخلق، لتنال بها الجاه والحشمة، وحب الجاه من الهوى المتبع، وفيه هلك أكثر الناس، فما أهلك الناس إلا الناس
”Adapun pengertian riya adalah menyekutukan (Allah SWT) secara tidak tampak yaitu salah satunya menyekutukan dua sekutu (antara Allah SWT dan lainnya) dan yang demikian itu adalah mencari tempat sandaran didalam hati manusia, supaya memberikan kepadanya akan kemuliaan dan penghargaan (kehormatan), dan menyukai kemuliaan dari mengikuti hawa nafsunya, dan di dalamnya hatinya menyekutukan Allah SWT dengan makhluknya, maka tidak ada kerusakan (bahaya) manusia kecuali dari manusia.
            Dari pengertian riya yang sudah di jelaskan diatas, maka akhir dari nilai amal atau perbuatan manusia terletak pada keikhlasannya, jika amal perbuatannya dilandasi sikap keikhlasan maka amal perbuatan seorang pencari ilmu akan membawa keridhoan dan buah dari pada proses belajarnya, membawa kemanfaatan dan mendapat ridho dari Allah SWT, namun sebaliknya, jika amal perbuatannya dilandasi sikap riya, maka amal perbuatannya akan sia-sia dan tidak akan mendapatkan buahnya dari pada ilmu yang dicarinya, karena perbuatan dan harapannya di tujukan semata untuk mengharapkan pujian dan kehormatan dari manusia.
            Amal perbuatan pencari ilmu ditujukan hanya untuk mendekatkan diri dan mencari ridho dari Allah SWT. Kemanfaatan dan keberkahan seorang pencari ilmu dapat diperoleh dengan cara mengamalkan ilmunya  dalam kehidupannya dan dapat memberikan kemanfaatan ilmunya bagi dirinya dan orang lain.
Wallohu ‘Alam.

(Penulis: Bad’ul Hilmi AR/Ketua Lajnah Bahtsul Masail PP.Miftahul Huda Al-Azhar Kota Banjar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar