Oleh :
Bad’ul Hilmi AR
Fakta
sejarah tentang keberadaan Walisongo ini patut dicamkan oleh segelintir
kelompok yang mengira bahwa agama Islam baru masuk ke wilayah Nusantara pada
tahun 1803 M yang ditandai dengan penyebaran dakwah Islam yang dilakukan oleh
tiga orang Haji asal Sumatera Barat, diantaranya: Haji Miskin, Haji Sumanik dan
Haji Piabang pembawa ajaran Wahabi. Sebab dengan mengingkari keberadaan
Walisongo dari ranah Sejarah penyebaran Islam di Nusantara tidak saja menolak
kebenaran faktul tentang Dakwah Islam Nusantara yang sampai saat ini masih
dianut oleh sebagian besar masyarakat
Muslim di Nusantara, selain mengingkari adanya Dakwah Islam yang dilakukan oleh
Walisongo, hal ini juga dapat menghapus sejarah sosio-kultural religius yang
terjadi pada masa akhir kerajaan Majapahit abad ke-15 yang melahirkan peradaban
baru yang disebut peradaban dan budaya Islam Nusantara.
Menurut
Sejarawan, M.C Ricklefs dalam “Sejarah Indonesia Modern 1200-2008”, mengatakan
bahwa, “Islam sudah ada di negara bahari Asia Tenggara sejak awal zaman Islam,
adanya bukti yang menunjukan bahwa, Islam sudah ada sejak awal zaman Islam
berdasar pada berita dari Dinasti Tang tentang kehadiran saudagar-saudagar
Tazhi (arab) ke Kalingga pada tahun 674 M.
Menurut
Wheatly dalam The Golden Khersonese, “Jalur perhubungan perdagangan Arab dengan
Nusantara jauh terbangun sebelum Islam. Namun, sampai berabad-abad kemudian
sejarah mencatat bahwa Islam di Nusantara lebih banyak di anut oleh penduduk
asing asal China, Arab dan Persia.
Menurut
catatan Marcopolo pada tahun akhir abad ke-13 M menulis bahwa saat kapal yang
ditumpanginya singgah di Negri Perlak ia melihat penduduk Perlak terbagi atas
tiga golongan Masyarakat, diantaranya: Muslim China, muslim Persia dan Arab
serta penduduk pribumi (Nusantara) yang masih memuja roh-roh.
Dalam
catatan sejarah Laksamana Cheng Ho, juru tulis Cheng Ho mencatat: “Ajaran Islam
belum dianut oleh kalangan pribumi, menurut catatan Ma Huan (Juru tulis
laksamana Cheng Ho) yang ikut serta dalam kunjungan Cheng Ho ke-tujuh pada
tahun 1433 M mencatat bahwa “penduduk yang tinggal disepanjang pantai utara
Jawa terdiri dari tiga Golonga, diantaranya: Muslim china, muslim Persia dan
Arab serta penduduk Nusantara yang masih kafir memuja roh-roh dan hidup sangat
kotor.
Bukti
catatan ini menunjukan bahwa, Agama Islam sejak Hadir pada awal masa zaman
Islam pada tahun 674 M hingga tahun 1433 M yang memiliki rentang waktu sekita
800 tahun, Agama Islam belum dianut dan menyebar secara masif oleh penduduk
asli pribumi (Nusantara).
Dakwah
Walisongo pada tahun perempat akhir abad ke-15 hingga paruh kedua abad ke-16
yang menjadi akar dan tonggak terpenting dalam dakwah penyebaran agama Islam di
jawa dan Nusantara. Walisongo menjadi tonggak terpenting beralaskan bahwa, pada
masa kedatangan saudagar-saudagar muslim sejak tahun 674 M itu tidak
serta-merta diikuti oleh semangat dakwah dan penyebaran Islam secara Masif
dikalangan penduduk Nusantara sampai pada masa munculnya dakwah Walisongo di
Nusantara.
Pada
awal dasawarsa tahun 1440 M telah singgah kaka-beradik asal Champa, kaka
beradik itu bernama Ali Murtolo (Murtadho-Kaka) dan Ali Rahmatullah (adik)
bersama sepupu mereka yang bernama Abu Hurairah yang datang ke Jawa melalui
kerabatnya yaitu bibinya yang bernama Darawati yang dipersunting oleh Sri Prabu
Kertawijaya (Raja Majapahit) tahun 1447-1451 M. Kemudian Ali Rahmatullah
diberikan amanah menjadi Imam di Surabaya dan Kakanya(Ali Murtadho) di berikan
amanah untuk menjadi Raja Pandhita diwilayah Gresik.
Berawal
dari keluarga asal Champa ini agama Islam mulai berkembang di wilayah Majapahit
khususnya setelah putra-putra, menantu, dan murid-murid dua orang kaka beradik
(Ali Rahmatullah dan Ali Murtadho) dakwah secara sistematis melalui jaringan
dakwah yang kemudian disebut dengan Istilah “WaliSongo”, yang menurut beberapa
catatan WaliSongo di bentuk pada pertengahan dasawarsa tahun 1470 M.
Fakta sejarah menunjukan bahwa setelah dakwah Islam yang di pelopori oleh Walisongo, Islam berkembang sangat pesat dikalangan penduduk pribumi Nusantara. Tome Pires seorang ahli obat-obatan yang menjadi duta Raja Portugal di China yang mengunjungi jawa pada tahun 1515 M dalam buku Suma Oriental, mencatat bahwa,”Wilayah disepanjang pantai utara Jawa dipimpin oleh adipati-adipati muslim, diperkuat oleh A. Pigafetta yang berkunjung ke Jawa pada tahun 1552 M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar