28 Oktober 2020

PENTINGNYA RUJUK KEPADA METODE PENDIDIKAN NABI SAW DI ERA INDUSTRI 4.0


 Oleh: Mugni Muhit

Ada pepatah Arab mengatakan:

 لاتعجبن من هالك كيف هوى بل فعجبن من سالم كيف نجح

"Janganlah merasa heran dan aneh saat melihat orang-orang celaka dan binasa, tetapi fokus dan banggalah kepada mereka yang memperoleh kesuksesan dan keselamatan".

 

Sinyal positif dan optimisme dari pepatah tersebut demikian hebat dan menakjubkan. Bagaimana tidak, pepatah itu mengajarkan agar kita sadar diri dan tau diri, siapa diri ini sebenarnya, dari mana asalnya dan akan ke mana nantinya. Kaidah lain mengatakan:

من عرف نفسه عرف ربه ومن عرف ربه فقد سلم فالدينى والدنيا والآخرة.

"Siapapun yang dengan baik telah mengetahui potensi jiwa dan raganya, maka niscaya ia akan mendapatkan kualitas dan kuantitas terbaik dari Tuhannya (Allah), dan dengan serta merta, ia akan meraih kebahagiaan dalam memahami agamanya, dan keselamatan dunia kini dan akhirat kelak.

 

Saat hal penting itu telah ada, maka kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan dan akhlak mulia yang hanya fokus pada kebenaran dan kebaikan saja, maka saat itupun dengan sendirnya ia akan posisikan pendidikan sebagai hal yang besar dan vital dan substansial.

 

Pendidikan disinyalir sebagai bentuk metode yang tepat dalam proses pendewasaan individu dan pembentukan karakter robbani berbasis qur'anik dan uswah Nabi Saw. Untuk itulah Nabi Saw senantiasa melakukan kinerja tarbiyyah kepada par Sahabatnya serta generasi assabikuunal awwaalun dengan penuh kesungguhan dan ekstra hati-hati. Dengan cara demikian murid akan benar- benar tersucikan hingga semangat fithrahnya melahirkan akhlak yang mendekati kualitas insan kamil. Betapa cara Allah Swt dan Rasul-Nya membimbing kebajikan ini mendorong kita untuk selalu bersyukur kepadaNYA.

 

Dalam QS al-Baqarah: 151-152, dengan tegas Allah Swt kemukakan bagaimana Nabi Saw melakukan aktivitas tarbawi dengan begitu cermat dan mendasar. Langkah pertama adalah tilawah. Tilawah memiliki makna membacakan dengan seksama, tulus dan ikhlas semata karena-Nya. Secara teknis, Nabi Saw memberikan contoh bagaimana ayat-ayat Allah dibacakan dan dikomunikasikan kepada para sahabat yang dimulai dari hati, melalui lisan, dan penegasan akal dan pikiran sehat.

 

Kedua, tazkiyyah, artinya menyucikan dan membersihkan. Tazkiyyah ini memiliki pengertian proses penyucian rohani yang dimulai dari pembersihan jasmani. Jiwa dan raga secara integral di bersihkan dengan metode riyadhah (latihan). Intensistasnya tidak hanya sekali ataupun dua kali saja, namun Nabi lakukan secara terus menerus (tikrar) dan berkelanjutan (sustainable). Hal ini bertujuan agar energi negatif (fujur) dapat dikendalikan oleh energi positif (taqwa). Tatkala jiwa dan raga telah suci dan memiliki kecenderungan transendental (taslim) kepada sang Khaliq, maka ilmu, amal dan akhlak dalam bingkai keimanan akan melekat dan bersemayam dalam diri.

 

Langkah ketiga yang Nabi Saw lakukan dalan ikhtiar tarbawi yaitu ta'lim. Melalui ta'lim ini, untuk pertama kalinya Nabi memulainya dengan mengajarkan pesan-pesan Allah yang termaktub dalam kitab suci Al-Qur'an.

 

Dua pendekatan yang Nabi jalankan dalam tranformasi proses pembelajaran. 1) Nabi mengajarkan ilmu pengetahuan dan dasar-dasarnya sudah diketahui. Maka Nabi hanya menguatkan dan memastikan informasi awal yang telah diketahui murid senantiasa aktif dan berfungsi bagi pengetahuan selanjutnya. Meluruskan, menguatkan, mengingatkan, dan sekaligus mengapresiasi pengetahuan murid adalah prosedur tarbawi permulaan yang Nabi lakukan. 2) Ilmu pengetahuan yang sama sekali belum diketahui oleh para sahabat atau muridnya. Penanaman makna substantif dari pesan suci Allah Swt merupakan hal yang penting. Doktrin Ilahiyyah dan ajaran Nabi dapat dipenetrasi tepat pada sasarannya, yakni hati. Hati sebagai mediasi esensial, harus lebih dahulu disentuh dan penuhi nilai-nilai agung.

 

Keempat, hikmah, yaitu kebijaksanaan yang di dalamnya terkandung filosofi dan aksiologi ajaran agama Islam. Sikap yang komprehensip, hati-hati, jernih, dan welas asih, serta memastikan adanya keterlibatan dan hadirnya Allah Swt adalah ekspresi kepribadian yang diharapkan muncul mewarnai hidup dan kehidupannya sebagai buah dari pembelajaran tersebut.

 

Adalah niscaya bagi seorang pembelajar, mengahdirkan pemilik ilmu sejati, penguasa pengetahuan yang sesungguhnya, Dialah Allah yang Maha Tahu, Maha pintar, dan Maha bijaksana kepada hamba-Nya. Allah Swt sendiri menginformasikan pada ayat 152 di suart al-baqarah tersebut, bahwa kita harus senantiasa mengingat Allah, maka pasti Allah pun akan mengingat kita. Lalu bersykurlah kepada-Nya dan jangan mengingkari karunia-Nya.

 

Keseriusan Nabi Saw dalam membimbing para sahabat demikian besar dan gigih, baik dalam pikiran, kata-kata, maupun pada perbuatan dan penegasannya. Ketegasan dalam meyakinkan dan menyampaikan kebenaran Ilahiyah menajadi bumbu penyedap rasa pendidikan cara nabi. Tidak pernah sedikitpun Nabi menunjukan kelemahan, kemalasan, ketakutan, dan kegelisahan dalam berdakwah, berjuang dan dalam mentransformasikan ajaran agama Islam. Beliau selalu strong dan berani. Dalam salah satu haditsnya Nabi mengatakan:

ليس القوي بالصرعة ولكن القوي من يملك نفسه عند الغضب.

"Tidaklah ternasuk kuat orang yang mengandalkan otot dan kekuatannya, sebab orang kuat itu adalah dia yang memiliki kemampuan mengendalikan emosinya di saat marah".

 

Term القوي yang dimaknai "kuat" dalam hadits di atas, merupakan arti yang baru yang sebelumnya tidak diketahui oleh bagsa Arab. Saat itu, bangsa Arab selalu memaknai kuat dengan melampiaskan segala yang mereka inginkan pada saat marah dengan kekuatan fisik.

 

Maka dari itu, sinyal dan pesan pendidikan dalam Islam adalah sebuah konsep idela yang Allah hadirkan untuk kebajikan hamba-Nya. Melalui delegasi-Nya inilah pendidjkan Rabbani dapat dipenetrasi dengan baik kepada hati dan amalnya orang-orang yang beriman. Dalam QS al-furqan: 63, konsep tersebut Allah kemukakan:

وعباد الرحمن الذين يمشون على الأرض هونا وإذا خاطبهم الجاهلون قالوا سلاما

Komitmen dan konsistensi lembaga pendidikan Islam seperti pondok pesantren, madrasah diniyah, dan majelis taklim dalam proses pendidikannya, harus juga diimplementasikan dalam keluarga secara utuh, agar keluarga dapat melahirkan anak dan generasi muslim yang tangguh akidahnya, kuat akalnya dan eksisten amalnya dalam harakah yang diridhai Allah Swt  (lihat QS At Taubah: 128).

 

Perkembangan jaman yang sangat cepat dan derasnya perubahan di kehidupan dunia ini, memicu kita untuk memperbaiki way of life dalam amal dan aktivitas pendidikan generasi kita.  Tidak ada kalimat dan kata-kata yang sangat baik dan sempurna kecuali kata-kata Allah Swt. Dan tidak ada teladan dan petunjuk teknis terbaik dan terindah kecuali uswah dan qudwah Rasulullah Saw.

 

Karena itu, kebijakan, startegi, manajeman, dan tata kelola pendidikan umat Islam wajib mengacu dan berlandaskan kitab suci. Rujuk secara total tunduk dan patuh dengan optimal kepada sumber petunjuk tersebut adalah niscaya. Era industri 4.0 yang saat ini sedang berlangsung dan bahkan telah akan finish dan masuk di era industri 5.0, rasa mengusik hati, mendongkrak akal dan pikiran serta mendorong harokah dan kinerja duniawi kita harus lebih cerdas dan cermat.

 

Umat islam dalam hal ini wajib bangkit dan berdiri tegak, kokoh dan kuat ditengah hiruk pikuk dan hingar bingarnya kehidupan modern. Umat Islam sudah saatnya menguasai dunia. Dunia ekonomi, politik, sosial, budaya, dan bahkan tata negara yang pernah diraih oleh umat islam masa lalu. Intrumen strategis dan penting itu tidak akan dapat diraih, kecuali dengan pendidikan, pendidjkan berbasis paradigmatik qur'anik dan minsdset nubuwwah. InsyaAllah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar