21 April 2023

Bagaimana Seharusnya Kita Memaknai Hari Raya Idul Fitri.?

Ilustrasi Idul Fitri 

Alazharcitangkolo.com- Alunan takbir, tasbih, tahmid berkumandang menandakan datangnya hari raya Idul Fitri setelah satu bulan penuh menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadan.


Idul Fitri adalah hari besar dalam agama Islam yang kedatangannya sangat ditunggu oleh seluruh umat Islam. Gegap gempita dalam suasana gembira menyambut hari yang suci adalah bentuk manifestasi rasa syukur atas limpahan nikmat yang diberikan oleh Allah Swt.


Dilihat dari pembacaan konteks sejarahnya, awal perayaan Idul Fitri tidak bisa dilepaskan dari peristiwa perang Badar yang terjadi pada 17 Ramadan 2 H / 13 Maret 624 M. 


Kemenangan umat Islam dalam peristiwa perang Badar menjadi titik balik dari sejarah perayaan Idul Fitri. Selain bergembira atas kemenangan yang diraih dalam perang tersebut, umat Islam juga bersuka cita karena telah menyelesaikan ibadah puasa yang telah dijalani, karena perang Badar ini terjadi tepat pada saat umat Islam sedang menjalankan ibadah puasa.


Di sisi lain, sebelum Islam datang, masyarakat Arab Jahiliyah mempunyai setidaknya dua hari besar yang dirayakan secara meriah yaitu Nairuz dan Marjaan. Dua hari raya inilah yang kemudian oleh Nabi Muhammad Saw diganti dengan perayaan dua hari besar dalam agama Islam yang kita kenal saat ini, yakni hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.


Hal ini seperti hadits Nabi sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Nasa’i.


عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى


Artinya: "Dari Anas bin Malik, Rasulullah Saw bersabda : Kaum jahiliyah dalam setiap tahunnya memiliki dua hari yang digunakan untuk bermain. Ketika Nabi Muhammad datang ke Madinah, Rasulullah bersabda: Kalian memiliki dua hari yang biasa digunakan bermain, sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari itu dengan hari yang lebih baik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha". (HR Abu Dawud dan An-Nasa’i)


Hari raya Idul Fitri sendiri memiliki nilai sakralitas yang sangat luar biasa. Tidak mengherankan jika setiap kali datang momen tersebut seluruh umat Islam dengan hati yang ikhlas dan tulus mengeluarkan effort yang jika diamati ini tidak atau jarang dilakukan di hari-hari biasa. 


Dimulai dari pagi hari ketika berangkat ke masjid atau mushola kita semua menggunakan pakaian terbaik, wangi-wangian, dan lain sebagainya (baca: sunah). Sedang di rumah menyiapkan hidangan terbaik untuk para tetangga atau sanak saudara yang berkunjung silaturahmi ke rumah.


عَنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ قَالَ: أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِى الْعِيدَيْنِ أَنْ نَلْبِسَ أَجْوَدَ مَا نَجِدُ ... (رواه البيهقي والحاكم)


Artinya : “Diriwayatkan dari Al-Hasan bin Ali RA, ia berkata, Rasulullah Saw telah memerintahkan kami pada dua hari raya agar memakai pakaian terbaik yang kami temukan,” (HR Al-Baihaqi dan Al-Hakim).


Mengingat sakral dan sucinya Idul Fitri, lalu bagaimana seharusnya kita memaknainya.?


Dilansir dari NU Online, Syekh Sulaiman bin Muhammad bin Umar Al-bujairomi dalam kitabnya Hasiyah Al-Bujairomi alal Khatib memaknai esensi hari raya bukan hanya soal mengenakan sesuatu yang serba baru termasuk pakaian yang kita kenakan. Meskipun pada dasarnya hal ini disunahkan oleh Rasulullah Saw.


Beliau menjelaskan bahwa secara makna dan filosofi hari raya Idul Fitri seharusnya mampu menjadi semangat dan motivasi untuk meningkatkan keimanan dalam menjalankan ibadah apapun kepada Allah Swt.


Syekh Sulaiman mengatakan:


 فائدة: جعل اللّه للمؤمنين في الدنيا ثلاثة أيام: عيد الجمعة والفطر والأضحى، وكلها بعد إكمال العبادة وطاعتهم. وليس العيد لمن لبس الجديد بل هو لمن طاعته تزيد، ولا لمن تجمل باللبس والركوب بل لمن غفرت له الذنوب.


Artinya: "Faidah: Allah SWT menjadikan tiga hari raya di dunia untuk orang-orang yang beriman, yaitu, hari raya Jumat, hari raya fitri, dan Idul Adha. Semua itu, (dianggap hari raya) setelah sempurnanya ibadah dan ketaatannya. Dan Idul Fitri bukanlah bagi orang yang menggunakan pakaian baru. Namun, bagi orang yang ketaatannya bertambah. Idul Fitri bukanlah bagi orang yang berpenampilan dengan pakian dan kendaraan. Namun, Idul Fitri hanyalah bagi orang yang dosa-dosanya diampuni". (Syekh Sulaiman al-Bujairami, Hasiyah al-Bujairami alal Khatib, juz 5, halaman: 412)


Manusia kerap kali lalai dengan status dirinya, baik status dalam hal kehambaan pada sang pencipta maupun lalai dalam hubungan sesama manusia untuk saling mengasihi sesamanya.


Memang tak jarang kita terjebak untuk berbuat yang berlebihan dalam hal merayakan sesuatu. Sering kali kita memaksakan diri untuk terlihat sempurna secara dzohiriyah sehingga lupa bahwa kita mempunyai kewajiban agar selalu memaksimal potensi untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan menjalankan perintah-Nya.


Apapun situasinya kita mesti bersyukur bahwa masih diberikan nikmat yang luar biasa dengan dipertemukannya diri kita dengan hari raya Idul Fitri. Sudah sepatutnya kita memaknai Idul Fitri ini dengan mengoreksi dan mengevaluasi diri bahwa manusia adalah makhluk yang tidak sempurna.


Semoga dalam momen Idul Fitri ini kita mampu untuk meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Swt dan saling memaafkan sesama sehingga mendapat keberkahan serta keutamaan Idul Fitri dengan kembali menjadi manusia yang suci sebagaimana ketika kita baru dilahirkan. Amin.


Penulis : Muhammad A Zul Fikar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar