ومن
ضمير الرّفع ما يستتر # كافعل أوافق نغتبط إذتشكر
“Dan diantara domir
mahal rofa’ terdapat domir yang tersimpan, seperti lafadz : "افعل أوافق نغتبط إذتشكر
(al-Fiyah
Ibn Malik, Bait ke-60)
Maksud nadzom :
Domir mustatir (yang tersimpan) terbagi menjadi 2
bagian, yaitu mustatir wujub (wajib tersembunyi), dan mustatir jawaz (tidak
wajib tersimpan), adapun pengertian domir mustatir wujub ialah domir
mustatir (tersimpan) yang posisinya tidak dapat digantikan oleh isim dohir,
sedangkan pengertian domir mustatir jawaz ialah domir mustatir (tersimpan)
yang posisinya dapat digantikan oleh isim dohir.
Dalam nadzom diatas disebutkan 4 macam domir mustatir wujub,
yaitu :
1. Pada contoh : افعل
(fiil amr) yang bermakna mufrod mudzakar mukhotob, domir yang tersimpan
ialah أنت , namun tidak dapat ditampakan oleh isim
dohir, yakni tidak boleh di ucapkan افعل زيد misalkan, dengan menganggap زيد sebagai fa’ilnya. Adapun jika
menganggap lafadz أنت sebagai taukid dari domir yang tersimpan,
maka diperbolehkan.
Konteks mahal (tempat) keadaan i’rob rofa di
maknai sebagai tempat yang mulia, sebagaimana kedudukan tingkah ucapannya
ketika diucapkan, makna ro’fa pada domir mustatir wujub (domir yang
tersimpan) ini memberi pelajaran bahwa ketika manusia berbuat sesuatu
(menjadi fa’il/pelaku) didalam makna أنت
dari pada perintah agama maka jangan pernah merasa dirinya ingin di tampakan (dohir)
terhadap semua perbuatan baiknya, ketika perbuatan itu dilakukan walaupun dapat
di pandang baik, akan tetapi perbuatan itu bukan karena ikhlas, semata ingin
menampakan kebaikkannya, untuk mengharap sanjungan atau pujaan orang lain, maka
perbuatan seperti itu akan membawa sifat riya, dan jauh dari sifat ikhlas
karena Allah SWT. Maka derajat kemuliaan (ro’fa) disisi Allah SWT tidak akan
dicapainya.
2. Pada contoh : أوافق(Fiil Mudlari) dengan diawali
hamzah mudloro’ah yang bermakna waqi mutakalim wahdah. Domir yang
tersimpan didalamnya ialah أنا (mutakalim
wahdah). Apabila diucapkan أنا أوافق, maka
lafadz أنا ialah hanya menjadi taukid untuk domir
yang tersimpan, bukan sebagai fa’il (pelaku).
Masih dalam konteks mahal (tempat) keadaan i’rob
rofa di maknai sebagai tempat yang mulia, sebagaimana kedudukan tingkah ucapannya
ketika diucapkan. Makna wajibnya domir mustatir (tersimpan) pada contoh
nomor 2, dalam kalimat fi’il mudlari أوافق memberikan
pelajaran, bahwa apapun yang sedang dan akan dilakukan oleh manusia untuk
menggapai derajat kemuliaan (ro’fa), wajib bagi dirinya dalam segala amal
kebaikannya untuk tidak mengharap dan menampakannya semata untuk mendapatkan
pujian dari orang lain, maka berbuatlah karena Allah SWT (ikhlas),
karena ikhlas akan menghantarkan manusia pada derajat yang tinggi disisi Allah
SWT. Bukan mengharap ditampakan perbuatan baiknya, tapi disembunyikan karena
lafad أنا, boleh di tampakan, akan tetapi bukan
menjadi fa’il (pelaku) tetapi hanya menjadi taukid (penguat) dari syi’ar
agama untuk menebarkan kebaikan. Maka derajat
kemuliaan (ro’fa) disisi Allah SWT akan dicapainya.
3. Pada contoh : نغتبط (Fiil
Mudlari) dengan diawali nun mudloro’ah yang bermakna mutakalim ma’al ghoir.
Domir yang tersimpan didalamnya ialah نحن (mutakalim ma’al ghoir).
Apabila diucapkan نحننغتبط , maka lafadz نحن, ialah menjadi taukid untuk
domir yang tersimpan, bukan sebagai fa’il (pelaku). pada contoh nomor 3,
dalam kalimat fi’il mudlari نغتبط memberikan pelajaran, bahwa apapun
yang sedang dan akan dilakukan oleh sekumpulan manusia (organisasi/jam’iyah)
untuk dapat menggapai derajat kemuliaan (ro’fa), wajib bagi golongannya, dalam
segala amal kebaikannya untuk tidak mengharapkan dan menampakannya, semata
untuk mendapatkan pujian dari orang lain, maka berbuatlah karena Allah SWT
(ikhlas) karena ikhlas akan menghantarkan manusia (organisasi/jam’iyah) pada
derajat yang tinggi disisinya (Allah SWT). Bukan mengharap ditampakan perbuatan
baiknya, tapi disembunyikanlah, karena lafad نحن, boleh di tampakan, akan
tetapi bukan menjadi fa’il (pelaku) tetapi hanya menjadi taukid (penguat)
dari syi’ar agama dan tujuan kebaikan demi kemaslahatan bersama. Maka derajat
kemuliaan (ro’fa) disisi Allah SWT akan dicapainya.
4. Pada contoh
: تشكر (Fi’il Mudlari) dengan diawali ta mudloro’ah
yang bermakna mufrod mudzakar mukhotob, domir yang tersimpan didalamnya
ialah أنت. Apabila di ucapkan تشكرأنت, maka lafadz أنت ialah menjadi taukid, bukan
menjadi fa’il (pelaku). Pada contoh nomor 4, memberikan pelajaran kepada
manusia, hendaknya tidak menampakan dan menyebarkan aib orang lain, akan tetapi
manusia seharusnya menyebarkan dan menceritakan kebaikan orang lain dan
bersikap husnudzon, kedudukannya bukan menjadi fa’il (pelaku), akan
tetapi menjadi taukid (penguat) dalam menyebarkan kabaikan orang lain
dan senantiasa menjadi benteng dalam menghalangi segala perbuatan buruk. Maka derajat
kemuliaan (ro’fa) disisi Allah SWT akan dicapainya.
(Penulis: Bad’ul Hilmi AR/Ketua Lajnah Bahtsul Masail PP.Miftahul Huda
Al-Azhar Kota Banjar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar