Ilustrasi.Net |
Alazharcitangkolo.com - Masjid adalah tempat ibadah umat Islam. Sejak zaman Nabi Muhammad SAW masjid merupakan pusat kegiatan sosial keagamaan.
Bahkan hingga saat ini, selain tempat salat, umat Islam menjadikan masjid sebagai tempat kajian, pendidikan, dan lain sebagainya.
Apalagi di bulan Ramadhan, seluruh umat Islam mulai dari anak-anak hingga orang dewasa berbondong-bondong meramaikan masjid ataupun musala.
Banyak anak-anak kecil bermain di halaman masjid sembari menunggu waktu maghrib.
Bahkan kerap kita menjumpai orang tua yang selalu mengajak anaknya ke masjid untuk salat tarawih berjamaah.
Alhasil karena naluri alamiah anak-anak adalah bermain, ketika sampai di masjid mereka pasti bermain.
Hal itu yang kadang membuat para jamaah merasa terganggu.
Bahkan diantara mereka ada yang menegur anak-anak dengan berbagai cara hingga cara sedikit keras.
Atas teguran itu akhirnya membuat anak-anak merasa tidak nyaman di masjid.
Fenomena tersebut jika kita bandingkan dengan zaman keemasan Islam dulu, dimana masjid sebagai pusat kemajuan peradaban tentu akan kontradiktif.
Lantas bagaimana idealnya sikap kita menanggapi hal itu?
Sikap Kita Melihat Anak Bermain di Masjid
Kita mesti memahami bahwa dunia anak adalah dunia bermain.
Wajar ketika mereka bertemu dengan teman seusianya, di manapun berada mereka pasti akan bermain.
Kita cukup memberi pemahaman dengan bijak kepada mereka. Walaupun hal itu akan mereka hiraukan dan kembali melakukannya.
Tugas orang dewasa seharusnya membuat anak-anak nyaman ketika berada di masjid.
Hal ini seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW yang tentu ceritanya sering kita dengar.
Ketika Nabi Muhammad SAW sedang menjadi imam salat, cucunya yakni Sayyidina Hasan dan Husain kerap menaiki punggungnya saat dalam posisi sujud.
Namun baginda Nabi tidak memarahi kelakukan cucunya itu. Karena menganggapnya wajar sebagai sifat anak kecil yang belum dewasa.
Contoh lain misalnya kita bisa mengambil pelajaran dari pesan Sultan Muhammad Al-Fatih (khalifah pertama Dinasti Utsmani).
Ia memberikan peringatan kepada kita akan tanda kejatuhan generasi muda di masa depan.
Menurutnya, jatuhnya generasi muda di masa depan karena sebab tak terdengar suara anak-anak riang gembira diantara saf-saf salat di masjid.
Dari cerita di atas kita dapat mengambil pelajaran yang sangat bijaksana.
Sejatinya tugas kita adalah menciptakan suasana masjid yang ramah terhadap siapapun termasuk anak kecil.
Sehingga tidak ada lagi stigma negatif keberadaan anak kecil di masjid itu hanya mengganggu kekhusyukan beribadah.
Kita harus meyakini betul pemuda hari ini adalah pemimpin di masa depan.
Tentunya wajib untuk kita memberikan ruang seluas-luasnya kepada anak-anak agar nyaman di masjid.
Hal ini dapat menjadi sarana pembentukan karakter anak sehingga tercipta generasi yang diharapkan di masa depan.
Penulis: Muhammad Afdzol Zulfikar
Editor: Aji Muhammad Iqbal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar